Tak terhitung telah berapa bulan saya sendiri lebih tepatnya,
menyendiri. Saya seperti enggan mengakrabkan diri kepada beberapa pria seperti
yang biasanya kebanyakan para kaum hawa lakukan setelah ‘putus’. Saya seperti
membangun tembok saya sendiri.,menjauh dari hiruk-pikuk dunia percintaan.
Ya,saya memang termasuk kedalam golongan ‘beberapa perempuan’
yang saya sebut tadi,tapi itu dulu. Ya dulu, setelah putus saya tidak merasakan
apapun, bahkan lega. Lega,karena rasanya seperti terbebas dari beberapa ikatan
yang selama ini melilit saya bak tali yang merekat sangat rapat. Jahat? Memang.
Tapi itulah faktanya,kebenarannya.
Tapi, saya tetaplah manusia yang memiliki rasa. Rasa yang
saya sebut kehilangan itu terjadi setelah beberapa minggu atau bulan saat kami
putus hubungan. Tak ada lagi canda dan
sapaan garing di pagi hari yang biasa ia lontarkan. Semua yang dulu saya anggap
biasa,hilang mendadak. Semua yang dulu saya anggap sebagai penghibur kesepian
saya,hilang tanpa jejak. Saya merindukan sosoknya yang dulu saya anggap
membosankan.
Mereka benar, kebodohan hanya dapat menyisakan penyesalan. Ketika
semua kegiatan yang biasa kami lakukan dulu hanya bisa saya kenang. Kesepian
ini sungguh amat membunuh saya, saya bahkan tersesat dalam alur yang saya buat sendiri.
Menangis pada saat ini hanya dapat menambah kesesakan dada.
Sosok orang yang mewarnai hidup saya, saya usir dengan
sangat tidak layak. Sosok orang yang tak akan membiarkan kesepian mengunjungi
saya,saya paksa pergi. Maaf-pun enggan saya ucapkan karena saya tahu, itu hanya
akan menambah sayatan baru disana.
Saya hanya bisa tersenyum pedih saat saya tahu,alasanmu
untuk tersenyum sekarang bukan lagi saya melainkan dia,pasanganmu yang baru. Sungguh
kamu pantas mendapatkan itu semua,mendapat kebahagiaan yang memang bukan berasal dari
saya. Rela. Ikhlas. Walaupun kebahagianmu berarti,aku yang pergi. Enyah dar ceritamu.
Percayalah,teman. Aku-pun merasakan luka yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar